Seni teater di Riau beberapa tahun lalu, dianggap sebagai anak tiri dalam aktivitas kesenian yang ditaja oleh pemerintah maupun pihak swasta di daerah ini. Anggapan teater terlalu rumit, tidak menghibur, terlalu banyak pendukungnya, sehingga setiap pergelaran tajaan pemerintah atau pun swasta, seni teater ditinggalkan. Seni teater di Riau seperti terbiarkan hidup dalam kesunyian, berteriak dalam ruangan hampa, tak dijengah oleh siapapun jua, selain pekerja teater itu sendiri. Bahkan banyak para pekerja teater ‘membelot’ dari seni teater. Bagi mereka, seni teater tak mampu ‘memperpanjang nafas’ untuk mempertahankan hidup. Hanya pekerja teater yang degil masih bertahan, lalu mengibas-ngibas kepak seni teater itu agar tetap bertahan di Tanah Melayu ini. Tak ada yang abadi (tetap) di dunia ini. Kegemilangan seni teater pada masa terdahulu dengan ditandai bermunculan kelompok teater Bangsawan, Mendu, Makyong, Randai dan Mamanda di negeri ini, membuktikan seni teater bukanlah ‘bar...
“Jangan pernah tidak bermimpi” ujar Almarhum Hasan Junus (HJ), Biksu Sastra Riau, ketika masih hidup. Kalimat itu selalu disampaikan oleh Hasan Junus kepada penulis muda Riau yang handak ‘mencuri’ ilmu darinya. Hasan Junus yang sangat tunak dengan menulis karya sastra, tidak pernah lokik memberikan ilmu kepada siapa saja yang mau menuntut ilmu kepadanya. Kalimat yang diucapkan HJ itu adalah motivasi kepada penulis, terutama penulis muda Riau, bahwa menulis karya sastra adalah bermimpi. Bermimpi di sini diartikan, manusia memiliki keinginan dan harapan yang harus diwujudkan. Menulis karya sastra adalah menulis keinginan dan pada akhirnya akan menghasilkan keinginan pula yaitu keinginan pembaca karya tersebut. Pembaca pun menyulam mimpi dengan membongkar mimpi-mimpi lewat kata-kata yang dirangkai dalam karya sastra. Tentu saja, masing-masing manusia memiliki mimpi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Pengaruh kenyataan di sekitar manusia sangat ...