Masa kanak-kanak merupakan masa yang paling indah untuk
dikenang. Hal ini disebabkan masa kanak-kanak, kita tidak dibebani oleh sagala
macam persoalan kehidupan. Segalanya berjalan berdasarkan kegembiraan dengan
cara bermain-main. Namun tidak demikian dunia anak yang didedahkan oleh Oly
Rinson dalam karya-karya sastranya. Oly Rinson, terutama dalam cerpen ‘Rembulan
Tengah Hari’ dan ‘Menjual Trenggiling’ yang terkumpul dalam kumpulan cerpen dan
puisi diterbitkan Dewan Kesenian Riau tahun 2002-2003.
Dalam 2 cerpen karya Oly Rinson ini, anak-anak ‘dibebani’
dengan persoalan orang dewasa. Persoalan yang sebenarnya diemban oleh orang tua
mereka, namun kemiskinan dan ketidaksanggupan orang tua mereka menjalani
kehidupan ini, anak-anak ikut terlibat dalam persoalan kehidupan yang berat.
Apakah salah seorang pengarang menciptakan tokoh anak-anak
yang dibebani persoalan orang dewasa dalam karya mereka? Tidak ada salahnya.
Pengarang bebas menciptakan tokoh siapa pun dalam karya mereka. Sudut pandang
dan kedekatan pengarang terhadap suatu objek merupakan pengaruh besar pengarang
menciptakan para tokoh dalam karya mereka. Pengalaman si pengarang adalah
pondasi membangun cerita, baik itu tokoh, tema, alur maupun setting yang
digunakan.
Dalam 2 cerpen karya Oly Rinson, ‘Rembulan Tengah Hari’ dan
‘Menjual Trenggiling’, tokoh anak-anak sangat dominan. Tokoh anak dalam 2 karya
ini diletakkan sebagai tokoh sentral yang menanggung akibat keserakahan orang
dewasa. Mereka, tokoh anak-anak, ‘tidak diberi menikmati’ masa kanak-kanak
mereka yang seharusnya dihiasi dengan bermain-main. Kedukaan yang ditanggung
anak-anak dalam 2 cerpen ini, mengiris hati kita yang membacanya. Kesedihan
yang mendalam ‘menatap’ nasib anak-anak dalam 2 cerpen ini, merupakan salah
satu cara pengarang menarik pembaca untuk menelusuri cerita yang dibentangkan
kepada pembaca.
Penderitaan tokoh anak-anak dalam 2 cerpen ini, disebabkan
tidak berdayanya orang tua mereka berhadapan dengan perusahaan pengeksplotasi
minyak bumi. Orang tua mereka ‘binasa’ disebabkan kerakusan perusahaan
penambang minyak yang menguasai tanah mereka. Mereka tergusur dan dengan
terpaksa harus merelakan kehilangan tanah mereka, padahal pada masa lalu tanah
yang diwariskan oleh nenek moyang mereka menyediakan kehidupan yang cukup. Kehadiran
perusahaan ini menyebabkan anak-anak menjadi korban dengan memikul kehidupan
yang semestinya bukan tugas mereka.
Dalam 2 cerpen ini, pengarang (Oly Rinson), mampu
mendedahkan segala peristiwa yang memaksa anak-anak harus rela meninggalkan
dunia anak-anaknya. Dalam cerpen ‘Rembulan Tengah Hari’, tokoh anak, yang
diceritakan sebagai tokoh ‘aku’, terpaksa bangun subuh untuk menjaga ebahnya.
Ebahnya yang tersudut oleh himpitan ekonomi untuk menghidupi keluarga, harus
melakukan perbuatan mencuri kabel listrik milik perusahaan. Hal ini dilakukan,
tanah milik mereka sudah tidak menjanjikan untuk pekerjaan pertanian ataupun
untuk berburu. Keterpaksaan menyebabkan perbuatan yang tidak terpuji menjadi
‘halal’ dilaksanakan.
Dalam aksi melakukan pencurian kabel listrik perusahaan,
pengarang mencoba mendedahkan pembenaran melakukan pencurian kabel itu. Kabel
yang dicuri itu dalam kasus penyelidikan pengadaannya. Pengadaan kabel tersebut
penuh dengan kecurangan dan berbau korupsi. Tapi kabel itu jugalah yang menciptakan
kepedihan yang mendalam bagi tokoh anak, tersebab ebahnya mati tergantung
disengat listrik ketika memotong kabel listrik tersebut. Ironis memang, dengan
mencuri kabel listrik, ebahnya mampu menghidupi keluarga, dan tersebab kabel
listrik itu juga, ebahnya tewas dalam perjuangan menghidupi keluarga.
Dalam cerpen ‘Menjual Trenggiling’, tokoh anak-anak juga
mengalami hal yang sama; kesedihan yang tidak berkesudahan. Dalam cerpen ini,
diceritakan bagaimana keluarga yang mendiami tanah kaya ini; di bawah minyak,
di atas minyak (sawit), dihadapkan dengan masalah hidup yang pahit. Kekayaan
tanah mereka tidak menjanjikan masyarakat atau penduduk di tanah ini hidup
dalam kemakmuran. Kemiskinan terus menusuk dari waktu ke waktu. Dan anak-anak
menjadi korban kerakusan.
Harapan menjadi anak-anak yang hidup layak, terpaksa
berhadapan dengan kepahitan yang tidak berkesudahan. Untuk melawan kekejaman
kehidupan ini, anak-anak harus berjuang dengan melakukan apapun juga. ‘Menjual
Trenggiling’ menjadi sesuatu alternatif untuk mengisi perut anak-anak dalam
cerpen ini. Setelah ebah mereka ditangkap karena mencuri sawit milik
perusahaan, anak-anak harus berdiri ke hadapan untuk melawan kehidupan.
Trenggiling yang menjadi sahabat mereka, harus dijual.
Dua cerpen yang ditulis oleh Oly Rinson ini dengan
menampilkan tokoh anak-anak, sangat berhasil menyentuh kalbu pembaca. Selain
memunculkan rasa iba yang mendalam yang dialami oleh anak-anak, Oly Rinson juga
berhasil membangun tangga dramtik cerita. Kedua cerpen ini, pada awal ceritanya,
mendedahkan persoalan-persoalan sulit yang sedang dihadapi oleh keluarga
anak-anak. Di tengah kedua cerita pendek ini, pembaca diajak menelusuri
peristiwa-peristiwa lain yang akhirnya mengalir ke konflik memilukan. Akhir
kedua cerpen ini menyebabkan pembaca menarik nafas panjang. Pembaca dihidangkan
dengan peristiwa perih yang terjadi di sekitar kita, yaitu keadaan Riau. (HK)
Komentar
Posting Komentar