Selain menyumbang kekayaan alam yang tidak sedikit, Riau juga tercatat
sebagai penyumbang karya-karya sastra untuk Indoensia tercinta ini. Tercatat
beberapa nama-nama besar sastrawan Riau yang mempengaruhi perkembangan sastra
di anah air ini. Soeman Hs, salah seorang sastrawan kelahiran Bengkalis ini,
hadir dengan cerita-cerita pendeknya yang paling pendek. Cerpen yang dihasilkan
Soeman Hs, hanya satu halaman, bahkan setengah halaman juga ada. Selain
ceritanya tak sampai satu halaman, Soeman Hs juga ‘mengisi’ karya sastranya
dengan cerita-cerita yang unik. Kebiasaan orang Melayu kampung, menjadi
kekuatan karya-karya Soeman Hs. Dalam cerpennya, Soeman Hs mengajak pembaca
mengembara ke peristiwa-peristiwa alam Melayu dengan cara yang humor dan satir.
Sutardji Calzoum Bachri muncul dengan kekuatan mantra dalam setiap karya
puisi yang ia ciptakan. Sutardji yang kelahiran Rengat ini menyadari betul
bahwa karya sastra haruslah memiliki ‘sidek jari’ pengarangnya untuk menjadi
identitas. Maka dengan segala kemampuannya, Sutardji mengokah mantra menjadi
pondasi karya-karya puisinya. Membaca puisi Sutardji, kita akan terbawa
nuansa-nuansa mantra yang kental. Tentu saja, mantra ditangan Sutardji mendapat
sentuhan kreativitas, sehingga karya-karya sastra Sutardji bukan mantra, tapi
mirip mantra. Tidak tanggung-tanggung, Sutardji pun dijunjung sebagai pendobrak
puisi di Indonesia, bahkan Sutardji dinobatkan sebagai Presiden Penyair
Indonesia.
Kita juga memiliki Ibrahim Sattah juga membongkar mantra menjadi kekuatan
dalam puisinya. Begitu juga Idrus Tintin. Dengan keberaniannya, Idrus Tintin
mengeksplorasi peristiwa Riau dalam sajak-sajaknya yang penuh nada perjuangan. BM
Syamsuddin, piawai merangkai peristiwa-peristiwa yang terjadi di kampung
menjadi semangat baru bagi pembaca. Dengan kelembutan tokoh-tokoh Melayu dalam
karyanya, BM Syamsuddin mengabarkan bahwa orang memiliki kearifan
menyeselesaikan masalah yang sedang mereka hadapi.
Ediruslan Pe Amanriza mengibarkan keperkasaan penulis Riau di kencah
nasional. Penulis yang selalu tampil necis semasa hidupnya, menjadikan karya
sastra sebagai corong perlawanan orang Riau terhadap pusat (Jakarta). Panggil
Aku Sakai, salah satu contoh karya sastra (roman) Ediruslan Pe Amanriza yang
menceritakan bagaimana suku Sakai mempertahankan kebiasaannya dengan kearifan
yang lembut.
Begitu juga, kite pernah memiliki Hasan Junus yang sehari-harinya mencurahkan
segala hidupnya pada karya sastra. Hasan Junus tampil seperti Pendekar ,
tepatnya Pendekar Sastra dari Riau. Segala bentuk karya sastra, baik berbahasa
asing, apalagi karya sastra berbahasa Indonesia, menjadi santapannya saban hari. Hasan
Junus juga memiliki telaah yang tajam atas karya-karya sastra yang ia baca.
Dengan bacaan yang segudang, Hasan Junus mendedahkan kepada pembaca Riau dan
membandingkan karya-karya Riau dengan karya-karya dunia.
Masih banyak sederetan nama sastrawan Riau yang memiliki kekuatan
menyuarakan ‘teriakan’ orang Riau dalam karya mereka. Rida K Liamsi, Taufik
Ikram Jamil, Fahkrunas MA Jabbar, Eddy Ahmad RM, Yoserizal Zen, Abel Tasman,
Marhalim Zaini, dan kalau ditulis semua nama sastrawan Riau di kolom ini akan
memakan halaman yang lebih luas lagi. Maka nama-nama sastrawan yang disebutkan
di atas, hendaknya generasi muda Riau pada hari ini, menjadikan mereka sebagai
kekuatan untuk tetap menulis. Kabarkan peristiwa negeri ini dengan sentuhan
kreativitas imajinasi yang tinggi, sehingga karya sastra menjadi semangat baru bagi
masyarakat Riau.
Bentangan peristiwa tidak akan pernah selesai, cuma bagaimana caranya
peristiwa tersebut kita arifi menjadi kekuatan karya sastra Riau ke depannya. Pada hari ini, memang peminat atau lebih tepatnya pembaca
karya sastra di Riau terasa kurang. Namun demikian penulis-penulis muda Riau
terus bermunculan. Mudah-mudahan Riau akan terus melahirkan penulis-penulis
karya sastra yang handal. Amin.
Komentar
Posting Komentar