Langsung ke konten utama

Membuhul Energi Kopi Melalui Kartun

Kopi menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia sejak dahulu kala. Minuman yang berasal dari biji tumbuhan ini menjadi energi pula dalam berbagai perjamuan dan perbincangan. Tidak heranlah apabila pada hari ini, zaman modern ini, minum kopi menjadi tren tersendiri. Rasanya tak menarik apabila perbincangan, baik orang tua atau pun anak muda, belum mengopi terlebih dahulu.

Tidak itu saja, di kehidupan berumah tangga juga, kopi selalu hadir mengisi hari-hari keluarga. Minum kopi pun menerabas batas kampung, kota bahkan negara sekali pun, tiada sekat untuk menikmati kopi. Minum kopi juga identik dengan energi imajinasi, maka tidak jarang ada yang mengatakan “minum kopi dulu agar pemikiran jadi terang”.

Melihat kenyataan kedahsyatan kopi ini membuka peluang bisnis kopi yang menjanjikan. Mulai dari membuka kedai kopi, sampai usaha kopi ekspor dan impor dilakukan. Kopi menjadi simbol pergaulan pula pada hari ini.

Fenomena kopi inilah menjadi inspirasi Sindikat Kartun Riau (Sikari) menaja Pameran Kartun Tun Kopi yang dilaksanakan di Mall SKA Pekanbaru, 24-28 September 2016. Puluhan lukisan kartun berasal dari seniman Riau dan provinsi lain, seperti Yogyakarta, Jakarta, Medan, Jambi dapat dilihat dan dinikmati seperti meminum kopi. Ekspresi dengan senyum lepas atau pun dengan tawa kecil akan muncul ketika melihat pameran ini. Penikmat dibawa menjelajahi hidup dengan ‘menggelitik’ rasa; tiada beban hidup rasanya setelah minum kopi yang didedahkan seniman lewat karya kartun mereka.

Dari pameran ini juga dapat dilihat bahwa imajinasi setelah minum kopi menjangkau segala ruang, waktu, adat dan kebiasaan. Pada suatu lukisan kartun di pameran ini, berkumpul manusia fiktif super power (Badman, Gatot Kaca, dan lain-lainnya) di kedai atas awan sedang menikmati kopi. Di sisi lain, Superman yang sedang terbang dengan tangan kanannya membantu mobil ambulance, melihat ke arah ‘teman-temannya’ dengan ekspresi senyum. “Setelah berbuat baik, ngopi dulu.”

Begitu juga lukisan kartun di suatu perjamuan (pesta nikah) di kampung, sesibuk apapun orang di pesta tersebut, tetap minuman kopi menjadi hidangan istimewa sebagai simbol kebersamaan. Bahkan suatu lukisan menceritakan bujuk rayuan suami kepada istrinya, tak mempan tersebab istri sedang sibuk menyiapkan kopi untuk suaminya. “Geser sikit, bang, air panas ni,” ucap istri setelah suaminya mengucapkan rayuan kepada dirinya.

Dalam pameran itu juga, terlihat bagaimana manusia memanfaatkan kopi untuk mencari keuntungan. Kopi Luwak, kopi bernilai ekonmis yang tinggi berasal dari Indonesia ini, dihasilkan dari ‘pengorbanan’ hewarn bernama Luwak. Manusia menjinjing dolar, sementara Luwak ‘dipaksa’ menghasilkan kopi yang bermutu.

Inilah lukisan kartun, mengabarkan sesuatu, walaupun pahit namun ditangkap dengan keriangan oleh penikmat lukisan. Goresan garis para pelukis kartun di atas kertas mengisyaratkan bahwa hidup haruslah dinikmati dengan keriangan. Mungkin tidak salahlah kalau hasil karya seniman lukis kartun ini disandingkan dengan puisi Sutardji Calzoum Bachri berjudul Luka, yang isinya hanya memuat ekspersei “Hahaha...” Tafsir sendirilah Pameran Kartun Tun Kopi di Mall SKA itu dengan mengunjungi pameran tersebut, kalian akan menemukan rasa kopi yang lain.


Selamat Sikari yang tak pernah jemu menaja perhelatan di Bumi Lancang Kuning ini. Perhelatan kalian keren, mewarnai dunia seni di provinsi yang telah mengikrarkan diri sebagai The Homeland of Melayu ini. Semoga ‘denyut’ kartun Riau menjadi bagian ruh negeri ini. Selamat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tokoh Anak dalam Cerpen Oly Rinson

Masa kanak-kanak merupakan masa yang paling indah untuk dikenang. Hal ini disebabkan masa kanak-kanak, kita tidak dibebani oleh sagala macam persoalan kehidupan. Segalanya berjalan berdasarkan kegembiraan dengan cara bermain-main. Namun tidak demikian dunia anak yang didedahkan oleh Oly Rinson dalam karya-karya sastranya. Oly Rinson, terutama dalam cerpen ‘Rembulan Tengah Hari’ dan ‘Menjual Trenggiling’ yang terkumpul dalam kumpulan cerpen dan puisi diterbitkan Dewan Kesenian Riau tahun 2002-2003. Dalam 2 cerpen karya Oly Rinson ini, anak-anak ‘dibebani’ dengan persoalan orang dewasa. Persoalan yang sebenarnya diemban oleh orang tua mereka, namun kemiskinan dan ketidaksanggupan orang tua mereka menjalani kehidupan ini, anak-anak ikut terlibat dalam persoalan kehidupan yang berat. Apakah salah seorang pengarang menciptakan tokoh anak-anak yang dibebani persoalan orang dewasa dalam karya mereka? Tidak ada salahnya. Pengarang bebas menciptakan tokoh siapa pun dalam karya mereka...

Bentangan Karya Sastra di Riau

Selain menyumbang kekayaan alam yang tidak sedikit, Riau juga tercatat sebagai penyumbang karya-karya sastra untuk Indoensia tercinta ini. Tercatat beberapa nama-nama besar sastrawan Riau yang mempengaruhi perkembangan sastra di anah air ini. Soeman Hs, salah seorang sastrawan kelahiran Bengkalis ini, hadir dengan cerita-cerita pendeknya yang paling pendek. Cerpen yang dihasilkan Soeman Hs, hanya satu halaman, bahkan setengah halaman juga ada. Selain ceritanya tak sampai satu halaman, Soeman Hs juga ‘mengisi’ karya sastranya dengan cerita-cerita yang unik. Kebiasaan orang Melayu kampung, menjadi kekuatan karya-karya Soeman Hs. Dalam cerpennya, Soeman Hs mengajak pembaca mengembara ke peristiwa-peristiwa alam Melayu dengan cara yang humor dan satir. Sutardji Calzoum Bachri muncul dengan kekuatan mantra dalam setiap karya puisi yang ia ciptakan. Sutardji yang kelahiran Rengat ini menyadari betul bahwa karya sastra haruslah memiliki ‘sidek jari’ pengarangnya untuk menjadi iden...

Teater Riau Upaya Memperkokoh Identitas Negeri

Seni teater di Riau beberapa tahun lalu, dianggap sebagai anak tiri dalam aktivitas kesenian yang ditaja oleh pemerintah maupun pihak swasta di daerah ini. Anggapan teater terlalu rumit, tidak menghibur, terlalu banyak pendukungnya, sehingga setiap pergelaran tajaan pemerintah atau pun swasta, seni teater ditinggalkan. Seni teater di Riau seperti terbiarkan hidup dalam kesunyian, berteriak dalam ruangan hampa, tak dijengah oleh siapapun jua, selain pekerja teater itu sendiri. Bahkan banyak para pekerja teater ‘membelot’ dari seni teater. Bagi mereka, seni teater tak mampu ‘memperpanjang nafas’ untuk mempertahankan hidup. Hanya pekerja teater yang degil masih bertahan, lalu mengibas-ngibas kepak seni teater itu agar tetap bertahan di Tanah Melayu ini. Tak ada yang abadi (tetap) di dunia ini. Kegemilangan seni teater pada masa terdahulu dengan ditandai bermunculan kelompok teater Bangsawan, Mendu, Makyong, Randai dan Mamanda di negeri ini, membuktikan seni teater bukanlah ‘bar...